Minggu, 17 Agustus 2014

Wisata Budaya : Tradisi Pemakaian Langkai (Lakkai) yang Unik dan Antik





Suku Lampung memiliki banyak tradisi unik dan tidak ditemukan di daerah lainnya di Indonesia. Sebagian tradisi itu masih lestari dan bisa kita temukan hingga kini. Suku Lampung yang tinggal di Lampung barat khususnya daerah Belalau dan Batu Brak hingga kini masih melestarikan tradisi pemakaian Lakkai untuk menyajikan hidangan. Lakkai ini merupakan kantong untuk menyimpan nasi yang terbuat dari daun Limbang (sejenis tanaman air). Lakkai ini berbentuk bulat melingkar dengan panjang sekitar 20-25 cm. Diameter lakkai sekitar 15 cm. Lakkai ini memiliki banyak kegunaan untuk menjaga nasi agar tidak cepat basi. Kantong nasi khas Lampung ini juga biasanya digunakan saat bepergiaan agar nasi tetap terasa enak.



 




 



Kini, walaupun penggunaan lakkai mulai jarang digunakan  namun beberapa pekon masih menggunakannya. Salah satunya di Pekon Canggu, saat Lampung Post berkunjung ke Lamban Suka Banjakh milik Saripudin tuan rumah menyuguhi nasi yang diletakkan di dalam Lakkai. Lakkai ini memang biasanya digunakan saat hajatan tiba maupun untuk menyambut tamu. Sebagai bentuk penghormatan tuan rumah kepada tamu yang berkunjung. Pemakaian lakkai ini memang telah berlangsung lama dan diwariskan turun temurun. 


 



 


Lakkai ini terbuat dari daun dan batang tanaman air yang sejenis dengan tanaman untuk membuat tikar. Masyarakat di Lampung Barat mengenalnya dengan sebutan Limbang. Tanaman yang memiliki tinggi sekitar 1-1,5 meter ini banyak ditemukan di sekitar sawah yang tumbuh secara liar. Proses pembuatan limbang sendiri biasanya dikerjakan oleh para wanita untuk mengisi hari-hari mereka. Daun yang juga seklaigus batang limbang ini setelah dipotong kemudian dijemur sekitar 1-3 hari tergantung cuaca. Setelah benar-benar kering batang Limbang itu kemudian dianyam dengan bentuk bulat melingkar. 



 


Untuk penggunaan lakkai juga memiliki cara tersendiri. Lakkai yang telah kering dan bersih kemudian diolesi menggunakan air untuk bagian dalamnya. Tujuan pengolesan air pada bagian dalam agar nasi tidak lengket. Setelah diolesi tipis menggunakan air barulah nasi yang telah matang dimasukkan ke dalam lakkai sesuai dengan ukurannya. Pada bagian ujung lakkai kemudian dilipat segitiga tak beraturan agar rapat. Jika lakkai rapat maka kehangatan nasi bisa tetap terjaga sehingga nasi tidak cepat basi. Nasi yang berada di dalam Lakkai tidak langsung dikeluarkan semuanya sekaligus. Kita bisa mengambil nasi yang berada di dalam Lakkai sesuai dengan kebutuhan. 



 



 



 



 



 


Menurut Arsan gelar Raja Putting Marga I mengatakan bahwa tradisi pemakaian lakkai telah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Cara mengeluarkan nasi yang berada di dalam lakkai yakni kita keluarkan sedikit demi sedikit dengan menekan kedua tangan kita pada lakkai itu sendiri. Ambillah nasi sesuai kebutuhan, karena nasi yang berada dalam lakkai lunik (lakkai kecil) bisa digunakan untuk 2-3 orang dewasa.



 



Lakkai tidak dijual bebas di pasar-pasar tradisional. Kita harus memesan dengan para perajian rumahan yang tersebar di Belalau maupun Batu Brak dengan harga Rp 2500 per buahnya. Dalam sehari para perajin bisa membuat 1-3 lakkai sesuai dengan kemahirannya masing-masing. Inilah salah satu kekayaan tradisi dan budaya di Lampung yang harus terus kita lestarikan. Ki mak ganta, kapan lagi. Ki mak kham, sapa lagi. Tabik .



 


 



 





1 komentar:

Pages